http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20151221192600-241-99708/monsoon-tiger-and-other-stories-kedewasaan-gadis-14-tahun/

“NAMA saya Bibit Samad Rianto, bukan Bibit Chandra lho,” ujar Bibit Samad Rianto ketika saya mencatat nomor telepon genggamnya di smartphone saya. Beliau juga tengah memasukkan nomor telepon saya ke handphonenya seraya memegang kartu nama yang baru saya berikan. Saya berjumpa beliau ketika sedang mendaftarkan diri menjadi anggota di toko buku Gramedia di bilangan Matraman, Jakarta Timur beberapa waktu silam. Kebetulan Bibit juga mendaftar menjadi anggota.

Dia berseloroh kalau namanya sering disebut orang-orang awam menjadi Bibit Chandra. Padahal Chandra adalah nama rekannya Chandra M. Hamzah di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya menjadi korban kriminalisasi oleh Kepolisian Republik Indonesia setelah kedua institusi penegak hukum itu berseteru. Masih ingat dengan kasus “Cicak vs Buaya” yang melibatkan petinggi Polri, Susno Duadji?

Bibit Samad Rianto bercerita kalau dia masuk aktif bergiat memerangi korupsi meski tidak lagi menjadi salah satu petinggi KPK. Sejumlah aktivis, mahasiswa, wartawan, dan lainnya aktif dalam kegiatan tersebut.

Pria paruh baya itu juga bercerita sedikit perihal kriminalisasi yang menimpa dia. Saat itu, Bibit dan Chandra menjadi tersangka kasus pemerasan terhadap Anggodo Widjojo, adik buron kasus korupsi Anggoro Widjojo. Keduanya sempat ditahan oleh Badan Reserse Kriminal Polri.

“Waktu itu saya berada di Amerika Selatan,” ujar Bibit. Saat dia dituding melakukan kejahatan, sejatinya Bibit masih berada di luar negeri. Inilah sekelumit perbincangan saya dengan Bibit Samad Rianto, salah satu petinggi KPK era Antasari Azhar.

Kriminalisasi KPK menjadi salah satu cerita dalam buku KPK Tak Lekang yang merupakan salah satu seri buku Tempo. Tidak terasa kalau KPK telah berdiri selama 10 tahun. Sepanjang kurun waktu itu, kita semua dikejutkan dengan sederetan aksi “gila-gilaan” KPK.

Bagaimana tidak? Selama kurun waktu 2004 hingga 2012 saja, KPK telah mengungkapkan 480 kasus korupsi (rasuah), 278 masuk tahap penyidikan, 222 masuk tahap penuntutan dan vonis. Ada 332 orang yang menjadi pesakitan dengan perincian 65 orang anggota DPR/DPRD, 6 orang pejabat setingkat menteri/menteri, 7 orang komisioner, 31 orang kepala/wakil kepala daerah, 5 orang hakim, dan 218 orang lainnya dengan berbagai status.

KPK menjadi institusi yang dapat dikatakan cukup bersih dari praktik kotor tersebut. Berbeda dengan kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan, bahkan hingga Mahkamah Konstitusi pun akhirnya tersandung masalah rasuah.

Satu persatu kasus korupsi terungkap. Pelakunya sering membuat kita terperangah lantaran nama besar atau lantaran jabatan yang diembannya. Jumlah uang yang ditilep pun membuat kita bisa kejang-kejang saking besarnya. Semua itu berkat kerja keras KPK yang berupaya mengenyahkan praktik kotor bernama korupsi.

Oleh: Dodiek Adyttya Dwiwanto